Formulir Kontak

 

Politik Etis

Nama Anggota :
  • Aditya Chandra F (01)
  • Dimas Hanafi I.N (10)
  •  Ilham Muhammad A (15)
  • Nur Azizah F (23)
  • Salis Nur Aini (27)
  • Tri Agustina (30)
  • Winda Pratiwi (31)
  • Yunita Aprilia (32)


Latar Belakang


Politik etis terjadi pada zaman penjajahan belanda, Politik etis muncul karena para rakyat indonesia dipekerjakan terus menerus tampa adanya imbalan-imbalan atau bayaran dan meraut keuntungan ditanah indonesia dengan mengeksploatasi kekayaan alam indonesia dengan memperkerjakan rakyat indonesia sehingga lama kelamaan para simpatisan mendukung rakyat indonesia untuk disejahterakan juga, sebagai pekerja dan ditambah dengan dukungan dari orang-orang belanda sehingga menamabah para simpatisan yang peduli pada saat itu lalu lahirlah wacana dari belanda yang mengemukakan tentang Politik etis, dalam perkembangan politik etis sangat jelas terlihat bahwa politik etis yang diberikan belanda sangat pincang artinya berat sebelah atau sama saja, hanya menguntungkan belanda, tetapi para pekerja indonesia sudah puas diberi upah sedikit merasa sangat banyak, tetapi muncullah atau lahirlah golongan indonesia yang merubah segalanya,


  1. Pelaksanaan sistem tanam paksa yang menimbulkan penderitaan rakyat indonesia namun dilain pihak memberikan keuntungan bagi belanda.
  2. Sistem ekonomi liberal tidak mengubah nasib rakyat pribumi.
  3. Belanda melakukan penekanan dan penindasan terhadap tanah jajahan.
  4. Rakyat kehilangan tanahnya.
  5. Adanya kritik terhadap pelaksanaan politik ekonomi liberal yang dikemukakan oleh kaum humanis (etisi) belanda


Pengertian Politik Etis dan Sejarah Politik etis


Pelaksanaan Politik Etis


Pelopor dari politik etis adalah Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus). Mereka membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.

Dasar pelaksanaannya :
Pidato pembukaan parlemen Belanda oleh Ratu Wilhelmina (yang pada saat itu baru naik tahta) pada 17 September 1901. Isinya menyatakan bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Panggilan moral itu dituangkan ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi :


  • irigasi (pengairan), yakni membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk      keperluan pertanian
  • emigrasi yakni mengajak penduduk untuk transmigrasi
  • edukasi, yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan


Pelaksanaan :
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia.


Prinsip-prinsip atau arah etis (etische koers) yang diterapkan di bidang pendidikan saat itu :
(1) Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi pribumi. Bahasa Belanda diupayakan menjadi bahasa pengantar pendidikan.
(2) Pendidikan rendah bagi pribumi disesuaikan dnegan kebutuhan mereka.


Sistem pendidikan pada masa itu belum lepas dari pola stratifikasi sosial yang telah ada dan disahkan sejak taun 1848 oleh penguasa kolonial. Dalam stratifikasi itu, penduduk dibagi ke dalam 4 golongan:
(1) Golongan Eropa
(2) Golongan yang dipersamakan dengan Eropa
(3) Golongan Bumiputera
(4) Golongan yang dipersamakan dengan bumiputera.


Stratifikasi sosial ini direvisi pada tahun 1920 :
(1) Golongan Eropa
(2) Golongan Bumiputera
a. Golongan bangsawan (aristocrat) dan pemimpin adat
b. Pemimpin agama (Ulama)
c. Rakyat biasa
(3) Golongan Timur Asing


Sistem pendidikan yang diterapkan :
(1) Pendidikan dasar, meliputi sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS,HCS,HIS), sekolah dnegan pengantar bahasa daerah (IS,VS,VgS), dan sekolah peralihan
(2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO,HBS,AMS) dan pendidikan kejuruan
(3) Pendidikan tinggi.
Isi Politik Etis: Isi Trilogi van Deventer
Dampak Politik Etis
Dampak yang di timbulkan oleh Politik Etis tentunya ada yang negatif dan positif namun yang perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari Politik Etis banyak yang tak terlaksana dan mendapat hambatan. Namun satu program yang berdampak positif dengan sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari akan membuat pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
  1. Politik : Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha diterapkan kembali. (Kartodirjo, Sartono 1990 : 56)
  2. Sosial : Lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
  3. Ekonomi : lahirnya sistem Kapitalisme modern, politkk liberal dan pasar bebas yang menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan. Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shell.
Kekurangan dari pelaksanaan Politik Etis adalah kebijakan ini hanya dibutuhkan bagi orang pribumi (eksklusif). Buktinya adalah pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan untuk kalangan pribumi. Sementara orang-orang campuran tidak dapat masuk ketempat itu. Bagi mereka yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Padangan pemerintah colonial yang memandang bahwa hanya orang pribumilah yang harus ditolong, di tentang oleh Ernest Douwes dekker. Menurutnya, seharusnya politik etis ditujukan bagi semua pendidik Hindia Belanda (indies) yang didalamnya termasuk orang Eropa yang menetap dan Tionghoa.



 Kesimpulan
Lahirnya Politik Etis di karenakan Belanda ingin membalas budi pada bangsa Indonesia yang telah banyak memberikan hasil kekayaan alam dan tenaga masyarakat pribumi untuk Belanda. Politik Etis di prakarsai oleh Van Deventer yang prihatin terhadap nasib rakyat Indonesia yang kekayaan alamnya sudah banyak di ambil oleh Belanda.
Isi Politik Etis ada tiga yaitu, pendidikan, pengairan, perpindahan penduduk, yang di dasarkan untuk menciptakan sumber daya manusia yang lebih baik di Indonesia.
 Politik Etis tidak semata-mata untuk bangsa Indonesia, tetapi juga untuk Belanda. Karena dari politik etis terciptanya golongan terpelajar yang dapat di pergunakan oleh Belanda untuk di jadikan pegawai, dan hasil pertanian yang di lakukan oleh rakyat pribumi di ambil oleh Belanda. Jadi politik etis hanya penghalus dari kata tanam paksa.

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06 / XI.A.6 )

Total comment

Author

Unknown

0   komentar

Cancel Reply